Novel Terbaru "Aku Tidak Cantik " Part III

Novel Terbaru "Aku Tidak Cantik " Part III -- Novel Inspirasi "Aku Tidak Cantik" Part III, Novel Motivasi "Aku Tidak Cantik" Part III, Novel Cinta "Aku Tidak Cantik" Part III, Novel Anak SMA "Aku Tidak Cantik" Part III.

Hello Teman-teman, kali ini saya ingin berbagi sebuah kisah menarik yang terangkum dalam Novel Terbaru "Aku Tidak Cantik" Part III. Novel ini merupakan lanjutan dari novel sebelumnya yaitu Novel Terbaru "Aku Tidak Cantik " Part II. Mari baca kisahnya di bawah ini.

http://www.karyaku.web.id/

Satu semester sudah berlalu sejak terakhir insiden rebutan bakso sama Odie di warung Bibi Santhi. Setelah hari itu aku dan Odie melanjutkan hidup dengan normal dan biasa-biasa saja. Maksudku, kami masih sering pulang bareng kalau jadwalnya sama, dan masih tetap melanjutkan nongkrong makan bakso sepulang ekstra basket. Ica dan Kiana masih sibuk sama pacar masing-masing. Kenyataan yang terakhir tidak terlalu menggangguku sih. Aku bahkan sudah mulai terbiasa, menerima kehadiran Kak Aris kesayangan Ica dan Febby kesayangan Kiana, di meja kantin kami saat jam istirahat tiba-tiba. Kali ini semuanya terasa lebih melegakan, maksudku benar kata Odie. Tidak baik hidup dengan menginginkan apa yang dimiliki orang lain. Apalagi walaupun teman nongkrongku yang biasa sudah punya pacar, ternyata hidupku tetap baik-baik saja. Maksudku, well. Itu tak seburuk apa yang sering kubayangkan.

Aku juga sudah berhenti memikirkan hal yang tidak perlu dari kesempurnaan fisik yang selama ini ku dambakan. Dari mulai tubuh semampai Anita, kulit mulus Riana, ataupun wajah ayu Dhea. Aku tetap bisa bermain bersama mereka meskipun sering merasa silau karena kepental kecantikan masing-masing. Haha.

Aku mulai menerima diriku apa adanya. Dan terutama, aku tidak memaksakan diriku untuk menjadi salah satu diantara orang lain. Aku tetap berteman dengan Anita, Riana, Dhea, Ica, Kiana dan bahkan tidak mutlak harus bersama mereka saja. Aku mulai bergabung dalam kelompok-kelompok lain di kelas. ya, anak cewek di kelasku suka main dalam kelompok kecil. Lebih sulit berbaur daripada anak cowoknya. Tapi aku sedang menantang diriku untuk tidak terikat dalam satu kelompok. Aku ingin belajar dari banyak orang. Belajar bagaimana melihat sisi positif diri sendiri dan melihat bagaimana memancarkan sisi positif itu agar bermanfaat bagi orang lain.

Eyaaaa. Bahasaku kedengaran berat sekali. Pikiranku yang kompleks kadang membuatku bertanya-tanya, bagaimana bisa aku masih kelas XI. Dengan kekusutan pikiran macam ini, aku sudah seperti ibu-ibu tiga anak yang sibuk mengurus rumah tangga sambil bekerja. Haha.

Balik lagi ke masalah aku dan diriku. Perbincangan dengan Odie di suatu senja di penghujung bulan Desember kemarin sebenarnya bikin aku malu buat ketemu Odie lagi. Pertama, dia jadi tahu kalau aku, Rachel Anastasia ini, yang selama ini selalu berbuat baik pada siapapun ternyata menyimpan rasa iri pada orang lain. Kedua, dia tahu aku minder dengan diriku. Ketiga, hmm aku khawatir dia berpikir aku jablay ngenes yang pengen banget punya pacar. Haha. Poin ketiga sebenarnya tidak mencerminkan diriku. Ya memang aku iri lihat teman-temanku punya pacar, maksudku ya kembali lagi ke poin iri dan rendah diri, aku merasa tidak cukup layak untuk dicintai ataupun mencintai orang lain. Tapi kalau dipikir-pikir lagi rasanya aku memang masih belum siap untuk itu. Buat apa pacaran kalau ujung-ujungnya menyakiti orang lain? Ya, seperti yang Odie katakan padaku hari itu kan.

Tapi meskipun begitu, aku tetap ingin menjadi cantik. Kadang aku becermin dan merasa marah dengan pantulan bayanganku. Jerawat memang tidak ada, tapi komedo itu kenapa mengganggu sekali. Kumpulan bintik hitam itu muncul paling tidak dua hari sekali meskipun aku secara rutin membersihkannya dan rambut itu. Ahh… bangun tidur seperti singa. Mana rambut indah setiap bangun tidur yang dijanjikan hampir semua produk perawatan rambut yang pernah aku coba? Sama saja. Belum lagi kalau sudah lewat jam pertama di sekolah, semakin mekar kemana-manalah itu rambut. I used to called them: rambut merdeka. Merdeka, ya merdeka. Habisnya rambut aku menolak untuk tunduk pada kuasa sisir, vitamin rambut dan ikat rambut. Mungkin sudah waktunya aku menggunakan catok rambut setiap pagi. Tidak sampai di sana, kulitku masih saja kusam. Aku sudah rajin pakai sunblock dan ikut Ibu luluran tiap minggu. Tapi belum terlihat hasil yang menggembirakan. Kadang pengen coba pesen obat pemutih yang dijual-jual di instagram. Itu tuh, yang krim pemutihnya kakak…

Pikiran-pikiran kusut ini kalau sampai ketahuan Odie lagi dijamin bakal kena somasi lanjutan sih. Dia bilang aku tidak boleh selalu mengeluh pada apa yang aku anggap kekuranganku. Dia bilang itulah sumber rasa iriku pada orang lain.

Ucapannya masuk akal. Tapi bagaimana ya? Dia itu anak laki-laki. Tidak sebarang anak laki-laki, dia itu anak laki-laki yang populer karena good looking dan good brain juga. Masalah kayak gini tentu bukan salah satu dari masalahnya. 

Pip.

Ada chat masuk. Dari Odie.

June 2, 12:45 PM
From: Odie
To: Rachel

Sebuah poster.
Apa ini?
Sukarelawan untuk anak disabilitas. Hmm.
Gabung yuk, Chel. Tulisnya di bagian bawah photo yang dikirim.

Aku tidak langsung membalas. Kira-kira menggangu sekolah tidak ya? Aku memang tidak ada aktivitas lain selain sekolah sama ekstra. Bimbingan belajar juga tidak karena orang tua menyarankan untuk belajar di rumah saja, kan juga bisa berkelompok dengan Odie karena kami tetangga. Ada banyak yang ingin kutanyakan. Apa aku ke rumah Odie saja ya sekarang.

Ini hari minggu yang cerah. Siang hari begini enaknya tidur. Aku ingin menanyakan Odie lebih lanjut terkait program ini, tapi aku ngantuk.

Pip.

Pesan baru lagi. Aku sudah hampir terlelap padahal.

Odie lagi. Dia kenapa tidak sabaran begitu sih.

June 2, 12:50 PM
From: Odie
To: Rachel

Keluar yuk, makan bakso.

Tanpa berpikir langsung ku jawab oke. Ku sambar cardigan yang disampirkan di kursi belajarku secara sembarangan. Sepertinya kemarin pulang sekolah aku meletakkannya di sana. Segera berlari keluar dan menemukan Odie sudah menunggu di depan pagar.

Sambil berjalan menuju lokasi warung Bi Santhi, kami berbasa basi sedikit tentang gimana kegiatan sekolah dan lain-lain yang sebenarya tidak terlalu penting. Walaupun dekat, kadang canggung juga tiba-tiba jalan berdua. Padahal sering sih. Entahlah. Mungkin karena aku lagi tidak terlalu waras akibat masalah cantik dan cinta-cintaan picisan, aku jadi suka terbawa-bawa suasana.

“Bagaimana tawaranku tadi?” setelah berbincang tidak jelas dalam 10 menit pertama, akhirnya ketika sampai di lokasi kesayangan kami untuk makan bakso, Odie menanyakan poster yang barusan ia kirim. Sukarelawan itu.

“Kalau ikut, kita bisa banyak belajar. Bisa bantu sesame juga. Kegiatannya positif dan salah satu anak kegiatan dari pemerintah daerah, jadi tergolong aman. Aku sudah pelajari kok.” Lanjutnya.

Aku agak mengantuk tapi masih mencoba fokus. Aroma bakso mulai merasuk hidungku dan entah bagaimana konsentrasiku meningkat.

“Kira-kira ganggu sekolah tidak?” tanyaku. Walaupun konsentrasi meningkat, nyatanya pertanyaan yang bisa meluncur hanya itu. Aku tidak sepandai Odie dalam merangkai kata-kata yang terstruktur dan efisien.

“Kita ambil program weekend saja, sukarelawan pelajar. Setiap hari minggu kan juga kita tidak ada kegiatan. Nanti jadwal renang kita pindah ke sabtu sore. Bagaimana?”

Renang? Ah, dia kok ingat sih aku ingin tinggi. Seketika mukaku memerah. I’ll keep remind myself not to curcol curcol anymore sama cowok apalagi Odie! Payah ih!

Lanjutin baca part IV ya : Novel Terbaru "Aku Tidak Cantik " Part IV