Cerpen Cinta "Prosesi Lamaran yang Mendebarkan"

Cerpen Terbaru Prosesi Lamaran yang Mendebarkan -- Cerita Dilamar & Lamaran, Acara Lamaran, Cerita Lamaran Pernikahan, Cerita Lamaranku, Cerita Lamaran Islami, Lamaran Sederhana.

http://www.karyaku.web.id/

Idul fitri tahun ini ialah lebaran dengan rasa yang berbeda. Tibalah waktunya aku menjadi sorotan sahabat juga tetangga dalam balutan aneka pertanyaan. 

"Mau menikah ya?"
"Kapan?"
"Sama siapa?"
"Calonnya kerja apa?"

Namun bagi ku, setiap pertanyaan tak harus diberi jawaban. Apalagi proses ini baru awalan. Bahkan aku belum bertemu dengan keluarga sang kakak.

Sebagian tetangga sudah mulai mencium aroma janur kuning ini. Hahaha. Ada di antara mereka yang melihat kedatanganmu ke rumahku. Saat kau bertemu dengan Ayahku

Kepada sahabat terdekatku, sedikit-sedikit ku ceritakan bagaimana kisah awal pertemuan kami. Saat kali pertama kau menyapaku hingga niat mu menikahiku.

***

Hari itu pun tiba. Kau membawa keluargamu datang ke rumahku. Hatiku berdebar saat handphoneku berdering.
Ku baca isi pesan darimu.

"Kakak sudah dekat ke rumah adek"

Bergegas aku berlarian ke kamar, mengganti pakaian yang menurutku layak untuk pertemuan pertama keluarga kita. 

Prosesi Lamaran?

Ku polesi wajahku dengan bedak bayi favoritku. Agak buru-buru. Dan sedikit pemerah bibir. Ya, sedikit. Sepertinya wajahku tampak pucat. Gugup mungkin. Hihihi.

Mendebarkan. 
Kala satu per satu kaki turun dari mobil yang berhenti di depan rumahku. Setiap mereka memegang bebawaan yang berbeda.

Keluargaku menyambut kedatangan keluargamu. Ayah, Ibu, saudara dan juga keponakanku ikut menunggu di depan pintu.

"Silahkan masuk", sambut Ayah dengan senyum ramah khas nya sambil bersalaman satu per satu.

Aku pun menyusul menyambut di ruang tamu sembari mempersilahkan duduk. Entah mengapa, menurutku pada hari itu, kamu tampil beda, kok ganteng ya! Hehehe.

Lalu kau perkenalkan satu per satu siapa saja yang datang mendampingimu.

Bapak dan Mamak juga Adik bungsumu.
Tak lupa diceritakan bahwa kamu adalah putra pertama dari tiga bersaudara namun adik bujangmu tidak turut hadir.
Lalu seorang kakek yang kau sebut sebagai, Pak Kolot.
Serta dua orang Mamang (Paman) yang merupakan adik kandung dari Ibumu.

Begitulah. Pertemuan hari itu diawali dengan saling memperkenalkan keluarga masing-masing. Menyebutkan asal-usul daerah tanah kelahiran. 

Obrolan berlangsung santai. Sembari mencicipi makanan buatanku. Ya, hasil masakanku. Makanan khas kota Palembang, aneka pempek dihidangkan. Juga buah-buahan seadanya. Pisang rebus dan beberapa iris pepaya.

Hari yang terik membuatku diminta membuat minuman yang manis dan dingin. Ah, ku fikir air mineral dari lemari pendingin sudah cukup menghilangkan dahaga. Tapi Ayah memintaku untuk membuat es teh.

Aku adalah orang yang tidak biasa membuat minuman manis. Ditambah lagi rasa gugup ini. Bagaimana ini? Haduh.

Mulailah ku seduh teh nya. Ku beri gula beberapa sendok. Ku cicipi sedikit. Hmm, belum manis. Ku tambahkan gula agak banyak, karena ku pikir akan minum pakai es, artinya aku harus membuat teh yang lebih manis.

Ya sudah. Yakin saja. Sepertinya cukup. Lalu ku pindahkan ke wadah yang lebih besar. Wadah yang sudah kuiisi dengan es batu.

Ku sajikan kepada tamu. Entahlah. 

"Ini teh apa air gula?", komentar Ayuk ku. 
Ayuk adalah panggilan untuk kakak perempuanku.

Ku harap mereka maklum. Aku gugup. Es teh ini memecah suasana. Kemanisan. Aku jadi malu. Hiks. Hiks.

Sudahlah, lupakan es teh. Biarlah menjadi kenangan manis saja. Mari kita kembali ke cerita prosesi lamaran yang mendebarkan.

Seorang mamang yang sepertinya ditunjuk mewakili keluargamu untuk menjadi juru bicara, menyampaikan maksud dan tujuan ke rumahku ini.

"Kami mewakili ananda kami, ingin menyampaikan niat kami untuk melamar putri Bapak.", kata Mamangnya.

Sebaris kalimat yang membuat ku semakin berdebar. Tak sabar menunggu tanggapan dari Ayah.

"Ya, pada dasarnya kami setuju. Di pertemuan sebelumnya, saya sudah berbicara banyak dengan ananda. Kita mendukung saja, apalagi ini niat baik, ya harus disegerakan.", jawab Ayah dengan santai namun serius.

"Tentang mahar dan biaya-biaya lainnya bagaimana Pak?", tanya Mamang.

"Sepertinya hal itu sudah disepakati oleh mereka dua, kita menuntunnya saja", kata Ayah.

Memang, setelah pertemuan sang kakak dengan Ayah di Ramadhan waktu itu, kami berdua sudah mulai sedikit membahas soal mahar dan berapa kisaran biaya yang harus dipersiapkan.

"Bagaimana, Kang?", tanya Mamang pada Kakak seolah mempertanyakan kesanggupannya. Kamu pun menganggukkan kepala dengan yakin.

Sedang aku mempasrahkan semua kepada Allah. Pertemuan hari ini membuatku terkadang tertunduk malu, terkadang harus mengangkat kepala dan memberi senyuman.

Sekali-kali ku tatap wajah-wajah di depanku. Calon suami. Calon mertua. Calon saudara. Calon keluarga. Calon tempat baru ku untuk berbakti. Menikah?

Kedua keluarga sepakat untuk menjadi keluarga baru. Lalu bersama-sama menentukan kapan saat yang tepat untuk pelaksanaan akad dan resepsi.

Keluargamu pun meminta untuk juga diadakan pesta di desamu. Seperti adat kebiasaan di daerahmu, ngunduh mantu.

Hari dan tanggal sudah disepakati. Tepat pada 1 Muharram tahun baru hijriah menjadi pilihan kita, menjadi catatan sejarah hari bahagia kita. Hari itu akan tiba hanya dalam dua bulan setelah hari prosesi lamaran yang mendebarkan ini.

Dan satu bulan sesudahnya, aku akan dibawa ke desamu, ngunduh mantu. Tentu juga bersama keluargaku.

Waktu hampir menunjukkan pukul 11.30. Kedua keluarga sudah saling mengenal. Tanggal bersejarah juga sudah ditetapkan. Suasana akrab tergambarkan dalam silaturahim hari ini.

Lalu Ayah menawarkan untuk santap siang bersama. Menu siang itu juga masakanku, yang lagi-lagi menurut lidahku rasanya enak. Ada soto ayam, ikan seluang yang digoreng renyah, tahu tempe goreng, sambal tomat juga lalapan. 

Agaknya memang rasanya tidak se-aneh es teh. Aman. Hahaha.

Alhamdulillah. Perut kenyang, hati tenang. 

Seusai santap siang, keluargamu berpamitan pulang sekaligus izin untuk malamnya langsung berangkat pulang lagi ke kampung. Itu artinya, aku dan keluargamu akan bertemu lagi dua bulan kemudian, mendekati hari bahagia itu.

Aku dan kamu? Kita banyak tugas yang harus diselesaikan. Tentang persiapan ujian akhir kuliahmu. Juga persiapan hari pernikahan kita. Dan lebaran kali ini, ternyata mudik terakhirmu sebagai jomblo. Hehehe.

Tak lupa, sebelum pulang, kami pun membawakan buah tangan untuk keluargamu. Mungkin bisa dinikmati di perjalanan atau untuk setiba nya di kampung nanti.

Alhamdulillah, usai juga proses lamaran yang mendebarkan ini. Satu per satu kita melangkah menuju Kau dan Aku menjadi KITA
Hehehe.

Selanjutnya adalah persiapan pernikahan. Doa dan harapan selalu dipanjatkan agar rencana kita berjalan lancar. Semakin mendekati hari H, sholat sunnah istikhoroh pun semakin sering dilakukan. 

Aku menikah?
Hehehe.