Cerpen Cinta " Terima Kasih dan Maaf untuk Cinta " - Part 1

Cerpen Cinta " Terima Kasih dan Maaf untuk Cinta " , Part 1 -- Terima Kasih Cinta, Maafkan Aku, Cerpen Maaf Menyakitimu, Cerpen Cinta Remaja " Terima Kasih dan Maaf untuk Cinta ".


Cerpen ini adalah karya dari seorang yang bernama Sri Rahayu dengan akun IG_nya yaitu @ayuenov. Bila ingin lebih mengenalnya, silahkan follow IG_nya.

Langsung saja baca cerpennya di bawah ini!!

Well... Aku pernah mendapatkan tawaran menari dan aku menerima tawaran tersebut. Saat itu aku sangat menyukai menari. sampai sekarang pun aku masih menyukainya. namun badanku tak selentur dahulu, dari dulu sampai dengan sekarang aku memang tak memiliki perubahan dengan berat badan, tapi dari segi kekakuan mungkin sudah ada, badanku kaku tapi tak sampai seperti batu. Mungkin untuk goyangan Viral "Goyang Dua Jari" atau bermain aplikasi jaman now "Tik Tok" aku masih On Fire (hahahaha). Artinya Aku masih berjiwa muda.

Aku menari tidak sendiri, tapi ditemani oleh beberapa teman yang terpilih untuk ikut pentas tersebut. Kami latihan menari, mempelajari gerakan demi gerakan kurang lebih satu minggu. Kami menari mengenakan baju adat sulawesi selatan “Baju Bodo”. Kami bukan hanya mengenakan baju adatnya, tapi kami juga menari dengan diiringi lagu khas daerahnya. Bagi penari bukan hanya baju ataupun lagu yang jadi perhatian penontonnya, tapi tata riasnya. Ya, kami di Make Over sedemikian rupa, Wajah ini bagaikan topeng.

Saat itu aku tampil menari di sebuah acara kampusku. Aku menari dipandang oleh banyak pasang mata. Mata yang sebagian aku kenal. Mata yang tak asing lagi bagiku. Mata yang kebanyakan adalah mata teman sekelasku, teman jurusanku sampai pada seniorku. Rasa gugup serta malu hinggap dalam diriku. Entah rasa itu ada di hati atau pikiranku. Yang pasti merasakan gugup atau malu pada kondisi seperti itu adalah hal yang wajar.

Aku yakin saat itu bukan hanya aku saja yang merasakannya, tapi rekan penari yang lain pasti sama. Aku mencoba mengendalikan diri dan menahan diri agar rasa gugup serta malu itu tidak nampak oleh banyak orang. Aku dan yang lainnya mencoba untuk tenang. 

Kakiku terasa gemetar bagai dilanda gempa. Tanganku berkeringat sampai aku seakan memegang lem kertas. Badan mulai kaku tak sanggup untuk melangkah. Tapi bagaimanapun aku harus melangkah dengan percaya diri, karena kalau tidak seperti itu tidak akan ada tarian dan hancur berantakan. Kami harus menampilkan yang terbaik.

Apa aku harus mengatakan ini? Sungguh?. Kami berhasil melakukan tarian. Tapi tidak sebagus penari profesional pada umumnya. Aku berharap itu tidak mengecewakan. Setidaknya kami telah berusaha dengan maksimal. 

Selesai menari, aku dan penari lainnya menjadi artis dadakan. Begitu banyak orang yang menghampiri kami. Apa yang mereka lakukan? Ya, tentu saja untuk berfoto bersama. Momen seperti itu tentu tak boleh terlewatkan, harus diabadikan dalam sebuah foto.

Acara kampusku akhirnya selesai juga. Aku bergegas menemui para sahabatku. Mereka juga tampak tak sabar ingin memasang muka dan gaya alay denganku di depan kamera. Saat itu pula seorang sahabatku Kiki menghampiriku

Kiki: “Saat kamu menari tadi, ada seseorang yang sangat memperhatikanmu”

Aku: “Bukannya semua orang tadi memperhatikanku?”

Kiki: “Iya aku tahu itu, aku juga memperhatikannmu, tapi orang itu beda perhatiannya”

Aku: “Maksud kamu? Beda apanya?”

Kiki: “Kayaknya dia suka sama kamu”

Aku: “Husss, masa baru diperhatikan sudah dibilang dianya suka sama aku. Tapi orangnya yang mana sih?”

Kiki: “Aku tidak bisa memberitahumu, aku sudah berjanji sama orang itu”

Aku: “Oh, jadi kamu sekongkol yah? Ayo dong ki, kasih tahu aku siapa orangnya. Jangan jadikan aku penari yang penasaran.”

Aku terus membujuk Kiki, tapi mulutnya tetap diam. Dia sepertinya tak mau ingkar janji pada orang tersebut. Aku pun mengambil kesimpulan bahwa orang tersebut sering curhat pada Kiki tentang diriku dan perasaannya padaku. Dari beberapa sahabatku, orang itu memilih Kiki. Ya, Kiki adalah sahabat dekatku. Kami menyelami masa-masa SMA bersama sampai kuliah pun kami bersama di kampus dan jurusan yang sama.

Kiki: “Dia bilang sama aku, kalau dia tidak mau mengungkapkan perasaannya ke kamu sebelum di berhasil menggapai cita-citanya”

Saat itu aku menjadi orang yang penasaran. Mencoba menebak-nebak siapa orang itu. Satu hal yang pasti orang itu pasti teman satu jurusan atau sekelasku. Karena dia sangat tahu aku dan Kiki begitu dekat. Setiap saat aku memperhatikan tingkah Kiki dengan teman laki-laki di kelasku. Aku berusaha mencari tahu sendiri siapa orang atau laki-laki yang dimaksud oleh Kiki. Aku terus memperhatikan Kiki mengobrol dengan siapa.

Kegigihanku untuk mencari tahu akhirnya membuahkan hasil. Aku tahu siapa yang dimaksud Kiki, aku tahu siapa laki-laki itu. Semua rasa penasaranku tertuju pada seorang laki-laki yang bernama Sian. Aku tak tahu apa alasannya sehingga aku mengambil keputusan dan jawaban bahwa itu adalah Sian.

Tapi, sejujurnya aku pernah melihatnya secara tidak sengaja. Sian tampak berbicara serius dengan Kiki. Entah apa yang mereka bicarakan. Namun, dalam fikirku untuk sekarang aku ingin fokus pada kuliah bukan pada laki-laki misterius yang menyukaiku yaitu Sian. 

Aku bukan trauma dengan kisah kasih masa laluku, tapi kali ini pendidikan adalah nomor satu. Kalau memang seorang Sian adalah jodohku, dia tak akan kemana. Lagipula Sian juga sepertinya ingin fokus pada kuliahnya.

Aku tak bisa mengelak bahwa pikiranku saat itu dipenuhi tentang teka-teki Sian. Tak berjuta kata tanya hanya beberapa yang hinggap di benakku. Apa yang dia suka dariku? Kapan dia mulai menyukaiku? Dan Bagaimana bisa dia menyukaiku?.

Padahal, Sian adalah sahabat dekat Saldy. Saldy si mantan terbaikku. Ya, harus kukatakan dia yang terbaik karena Saldy telah memberikan masa-masa indah untukku. Walaupun masa itu hanya tiga bulan saja. Bahkan masa pacaran kami, dikalahkan oleh masa satu semester perkuliahan yang mencapai enam bulan. 

Dalam lubuk hati yang paling dalam aku sejujurnya menyimpan penyesalan putus dari Saldy. Semua karena keegoisan aku. Aku yang menyebabkan kami putus. Aku yang kurang dewasa. Aku masih menyimpan cinta untuknya. Saat Saldy mengaku ingin putus dariku. Mataku seperti awan hitam yang ingin memuntahkan air tangisan sejadi-jadinya.

Saldy adalah ketua tingkatku. Statusnya sebagai ketua tingkat saat kami masih pacaran membuat teman-teman sering memanggilku “Ibu Ketua”.  Dia yang mengkoordinasi semua mahasiswa yang ada di kelas, termasuk aku. Mengatur jadwal kuliah dengan para dosen dan segala urusan kelas Saldy yang selalu berada di depan.

Aku tak pernah bermimpi dan membayangkan bahwa aku akan menyadang status sebagai pacarnya. Bagiku dulu dia hanyalah ketua kelas. Kami jadian di semester awal. Saldy menyatakan perasaannya kepadaku di acara jurusan yang lokasinya di sebuah pantai.  Pantai Bayang menjadi saksi resminya kami menjadi pasangan kekasih. Di saksikan oleh teman-teman yang lain.

Saldy tiba-tiba datang menarikku yang berada dipinggir pantai menuju ke dalam air. Awalnya aku bersikeras menolak karena takut tenggelam. Namun, genggaman tangan seorang Saldy sangat kuat untungnya tanganku tak cedera. Makin lama, kedalaman air makin terasa. Kaki tak bisa lagi menyentuh dasar laut.

Saldy: “Jangan Takut, pegang tanganku erat-erat, kamu tidak akan tenggelam”

Sedikit demi sedikit asinnya air laut mulai masuk ke dalam mulutku. Aku susah bernapas karena ketinggian air.

Aku: “Ahhhh, aku mau keluar dari sini. Aku tidak tahan. Aku takut tenggelam”

Semakin aku berusaha kembali ke tepian, semakin Saldy menghalangiku dan menarikku. Jantungku berdebar. Aku tak tahu apa penyebabnya. Apa karena aku takut tenggelam dan kakiku semakin jauh dari dasar laut? Atau karena aku di dekat Saldy?. Keduanya sulit dibedakan saat itu.

Teman-teman yang lain juga tampak menikmati air laut dengan bermain air dan berenang di dekat kami. Di antara mereka tampak Fitri yang memperhatinkan kami dengan seksama. Sesekali dia nampak bermain mata dengan Saldy seakan memberi isyarat.

Fitri: “ Udah gak usah lama, langsung saja”

Sesaat setelah Fitri berkata seperti itu, Saldy pun memulai aksinya, dia akhirnya menyatakan cintanya padaku.

Saldy: “ Ai, kamu mau gak jadi pacarku?”

Aku: “Aaaaa?”

Aku mendadak salah tingkah dan gugup mendengar pengakuan Sandy. Apa dia berbohong? Apa dia bercanda? Apa dia serius?. Entah ini sudah dia rencanakan dari awal atau sebaliknya. Yang pasti Fitri ikut andil dalam hal ini. Karena setahuku Fitri sangat dekat dengan Saldy. Bahkan dia sering diantar pulang oleh Saldy. Sehingga bukan aku saja yang beranggapan mereka ada hubungan, tapi teman-teman yang lain pun sama anggapannya denganku. Pernyataan cinta Saldy padaku aku anggap candaan saja waktu itu.

Aku: “Kamu jangan bercanda sama aku, aku ini benar-benar takut tenggelam tahu?”

Saldy: “Aku tidak bercanda Ai”

Fitri: “Terima! Terima! Terima! Terima!”

Teman-teman yang lain ikut bersorak: “Terima! Terima! Terima! Terima!”

Sorakan itu sama semangatnya ketika mereka bersorak ditengah jalan raya menyuarakan kritikan dan saran mereka pada pemerintah.

Saldy: “Kamu harus jawab sekarang di sini, kalau kamu tidak jawab kita tenggelam bersama saja”

Aku: “Apa? Maksud kamu?”

Aku seperti bukan dipanah cinta oleh Saldy tapi dia seakan-akan mengancamku. Kalau tidak aku terima cintanya aku ditenggelamkan. Bukankah Saldy cocok jadi menteri kelautan dan perikanan? Karena sanggup menenggelamkan seperti Menteri Susi (Hahahahahahaha). Salah sedikit tenggelamkan! Tak terima cintanya, tenggelamkan!

Aku mengiyakan dan menerima perasaan Saldy. Jawabanku membuat banyak orang yang histeris. Bersorak riang kegirangan. Mereka semua seperti tim kampanyenya Saldy. Aku saja heran. Mereka sangat bahagia. Terutama Fitri. 

Dari saat itu, semua baru mengetahui bahwa Fitri dan Saldy sebatas sahabat. Tidak lebih dan tidak kurang. Dari saat itu, aku tak tahu bahwa keputusanku menerima Saldy dalam hidupku telah mengecewakan dan membuat galau sahabat Saldy, yaitu Sian.

Baca Kelanjutannya : Cerpen Cinta " Terima Kasih dan Maaf untuk Cinta " - Part 2