Cerpen Cinta "Aku Cupid"

Kali ini admin berikan sebuah cerita yang terangkum dalam Cerpen Cinta Terbaru"Aku Cupid". Cerpen ini bisa dibaca sambil santai untuk mengisi harimu yang sedang kosong. Nah langsung saja kita baca cerpennya berikut ini.

http://www.karyaku.web.id/


*Cupid Point Of View*

Aku cupid. Dewa cinta. Panahku cepat, tepat melesat, tak pandang bulu. Siapa yang terkena pasti terlena. Rajutan cinta bisa untuk siapa saja. Tua, muda, kaya, miskin, laki-laki, perempuan, tak peduli asalmu, tak peduli latar belakangmu. Bersiaplah untuk merasakan jauth bangun yang disebabkan panahku. Bersiaplah merasakan kupu-kupu di perutmu, pusaran gemuruh di hatimu dan kekosongan di otakmu.

Bersiaplah atas kekacauan yang akan ku buat.

Hanya karena sebuah panah yang melesat ke arahmu.

***

Riana tak habis pikir. Ia bertemu pria itu dua kali. Dua kali saja. Itupuntak sengaja. Di tengah kerumunan sekian banyak orang yang kebetulan sama-sama mengurus nomor pajak. Di antara lautan manusia, kenapa bisa dokumennya jatuh tepat di depan tempat duduk pria itu. Pandangan mereka beradu dan seolah ada magnet berbeda kutub di pandangan masing-masing, lama sekali. Sampai nomor delapan puluh tiga yang dipegang Riana dipanggil tiga kali lewat pengeras suara.

Riana berguling-guling di kasurnya. Itu sudah sebulan lalu. Pertemuan pertama itu sudah sebulan lalu. Riana bahkan tidak tahu namanya, Tapi kemarin saat ia sedang reuni dengan teman-teman kecilnya, pria itu muncul lagi. Ia duduk di meja seberang bersama dengan tiga pria lainnya. Berpakaian rapi ala ala pekerja kantoran. Riana sibuk membagi dua konsentrasinya. Antara teman-teman atau pria itu. Mencuri pandang berulang kali. Sampai tiba-tiba, pria itu juga memandangnya. Lagi. pandangan itu seperti tak ingin diakhiri.

***

Gadis itu lagi. Matanya selau bersinar hangat. Tapi kenapa dengan ekspresinya. Kenapa ia swlalu kaget melihatku. Aku perhatikan daritadi. Ia begitu ceria dengan teman-temannya. Menertawakan berbagai macam hal tentang masa mudanya. Ah, aku dengar ia berkelakar tentang mantan pacarnya yang saat ini menghubunginya kembali setelah tiga tahun yang lalu kedapatan selingkuh. Ia tertawa lepas. Tidakkah itu cerita sedih? Ia terlihat seperti gadis yang suka menertawakan kehidupan. Lucu sekali.

Siapa tadi namanya? Riana? atau Rihana? Tapi nomornya delapan puluh tiga, maksudku bulan lalu. Nomor antreannya delapan puluh tiga. Aku bisa menanyakannya pada Alea nanti. Dia pasti bisa menemukannya.

***

*Cupid Point Of View*

Aku cupid. Panah cinta adalah kuasaku. Lihat pasangan yang tertembak itu. Ini pertemuan kedua mereka, itu pikir mereka. Tapi ini sebenarnya pertemuan ke tiga ratus dua puluh empat mereka. Tak ada yang saling menyadari pertemuan satu sama lain sebelumnya, sebelum ku tembakkan panah cintaku dan mengubah takdir mereka.

***

Riadi membolak balik handphonenya cemas. Sore tadi ia sudah minta tolong adik sepupunya yang bekerja di kantor pajak, Alea. Ia sudah memaksa Alea membongkar berkas untuk menemukan siapa pemilik nomor antrean delapan pulu tiga pada suatu hari yang biasa di saat mereka pertama kali bertemu.

Riana. Itulah nama gadis itu. Ia bekerja sebagai guru Sekolah Dasar. Manis sekali. Keibuan, pantas saja sorot matanya hangat. Riadi membolak-balik handphonenya, membuka dan menguncinya kembali. SD Pelita Harapan. Hanya berjarak 100 meter dari perusahaannya. Mudah sekali untuk dicari. Tapi bagaimana ia bisa menemuinya. Ia tidak punya alasan.

Riadi tertidur dengan handphone di sebelahnya. Agendanya hari ini untuk menyelesaikan proposal kantornya tinggal kenangan. Urusan hatinya masih sulit diatasi.

***
Pagi ini aku begitu bersemangat ke sekolah. Hari Ujian Tengah Semester telah tiba! Well, aku sika sekali mengajar. Tapi ada kalanya aku lelah, ya kan? Dan setelah tiga bulan berkutat dengan anak-anak menggemaskan ini, aku fiks lelah. Ingin istirahat sebentar. Ujian Tengah Semester adalah saat yang pas untuk itu. Apalagi sebentar lagi pastinya ada liburan sekolah. Aku butuh istirahat.

Hari ini tentu saja sekolah ramai sejak pagi-pagi sekali. Ratusan orang tua mengantarkan putra-putrinya ke sekolah, menyemangati mereka agar dapat menyelesaikan ujian dengan baik. Tak jarang memaksa menunggui, walau pihak sekolah tidak mengizinkan. Anak-anak kami perlu dididik mandiri.

Ada kemacetan di pagar sekolah. Semuanya berebut masuk. Biasanya aku pasti berbelok dan menghindari kerumunan. Bersantai sebentar di warung Bi Ita. Tapi entahlah, aku sudah bilang bukan kalau aku bersemangat sekali pagi ini?

Tanpa ragu aku ikut bergerombol di depan pagar, mencoba untuk masuk. Ternyata lebih sulit dari yang kubayangkan. Padahal aku pakai seragam, apa orang tua murid ini tidak menyadari? Haha.

Aku tetap tersenyum. Pokoknya aku bersemangat. Tidak hanya itu, aku bahagia. Rambut yang sudah ku tata dari pagi, ada sedikit gulungan di bagian bawahnya, sudah mulai tertarik-tarik di kerumunan. Tapi aku sama sekali tidak marah. Apa aku memproduksi hormon kesabaran terlalu banyak hari ini?

***
Itu dia! Itu gadis yang bernama Riana itu. Berkerumunan di antara orang tua yang mengantar anaknya dengan tidak sabaran. Ah, lihat itu. Manis sekali. Ia terlihat sangat ramah. Walaupun pasti sangat sulit berada di posisinya saat ini, ia tersenyum menyapa orang-orang yang berdesakan. Apa semua guru memang semanis ini? Ah, lihat itu. Seragam batik itu sangat cocok untuknya.

“Selamat pagi Bapak, apa Bapak orang tua murid? Saya belum pernah bertemu Bapak sebelumnya. Ada yang bisa saya bantu?” sebuah suara mengejutkanku. Aku berbalik dan menemukan seorang Bapak dengan peci hitam di kepalanya. Rambutnya sudah penuh dengan uban. Sorot matanya ramah dan begitu pula dengan nada suaranya.

“Selamat pagi Bapak. Perkenalkan nama saya Riadiyantara, saya dari perusahaan ekspor di seberang jalan. Bapak mungkin pernah melewati kantor saya, sangat dekat dari sini.” Aku berusaha bicara setenang mungkin dan menjabat tangan Bapak tadi.

“Tujuan saya kesini, hmm. Tidak ada secara spesifik, saya hanya ingin observasi sekolah. Apa tidak baik untuk dilakukan?” aku mulai panik. Bagaimana kalau aku dikira orang jahat? Maksudku, ada banyak kasus pedofil belakangan ini, jangan-jangan aku dikira predator. Ah, mengapa aku kesini tanpa alasan sih?

Bapak tadi mengernyitkan kening. Gawat bisa-bisa aku dipanggilkan security.

“Selamat pagi Bapak Kepala Sekolah!”

Sebuah suara mengejutkan kami berdua. Ceria sekali. Tanpa menoleh, aku seolah bisa tahu siapa pemiliknya. Tapi justru karena itu, aku menoleh lebih cepat.

***

Sekali lagi. Sekali lagi pandangan kami beradu.
Di depan Bapak Kepala Sekolah pula. Mengapa pria itu ada di sini? Maksudku, ini kan tempat kerjaku.

“Selamat pagi Dik Riana, ceria sekali pagi ini.” Bapak Kepala Sekolah menjawab salamku ramah.

Susah payah kualihkan pandanganku dari pria tadi ke Kepala Sekolah.

Kemudian aku mematung kembali.

Apa yang harus aku lakukan?

Kepala Sekolah memandangi kami bergantian. Lalu menggelengkan kepalanya sambil terkekeh.

Pria tadi membuntuti Kepala Sekolah kami ke ruangannya.

Aku? Apa yang harus aku lakukan?

***
Ah, memalukan sekali. Pada akhirnya aku membuntuti bapak berpeci hitam yang ternyata adalah Kepala Sekolah tadi ke ruangannya.
Diam seribu bahasa bahkan sampai teh di gelas yang beliau hidangkan di hadapanku kosong.

“Nak Riadi, mencari Dik Riana?” setelah lama berteman kesenyapan, Kepala Sekolah tadi akhirnya bertanya.

“Maafkan saya Bapak, saya mungkin bingung sekali mau kemana, sampai akhirnya saya justru kesini. Saya tidak bermaksud buruk dengan sekolah Bapak beserta orang-orang didalamnya. Tapi saya juga tidak bisa menjelaskan apa yang saya maksud sekarang ini.” Oke, penjelasan yang buruk.

Kepala Sekolah tadi tersenyum kembali.

“Adik tidak ada pekerjaan di kantor? Kalau masih ada, pergilah dulu. Kapan Adik tahu harus bicara apa dengan Riana, datanglah kembali. Boleh melalui Bapak.” Katanya, sangat bijaksana.

Aku menatapnya sangat ragu. Apa aku terlihat jelas seperti orang yang jatuh cinta?

***

Sampai jam pulang sekolah, aku tidak melihat pria itu lagi. Ia tidak mencariku. Ia mencari Kepala Sekolah dan sudah begitu saja. Kepala Sekolah juga tidak bicara apa-apa padaku. Mengesalkan sekali. Jadi dia memang kebetulan saja kemari. Atau aku tanyakan Kepala Sekolah ya, apa yang sebenarnya mereka bicarakan?

Andai saja hari ini aku datang lebih cepat dan tidak dorong-dorongan di pagar tadi, ia pasti melihatku lebih cepat. Aku bisa saja menanyakan namanya. Ah, kenapa hari ini ia tiba-tiba muncul dan membuat hariku naik turun.

Mengesalkan sekali.

***

Riadi menghabiskan waktu di kantornya sampai lewat jam yang seharusnya. Entah apa yang dipikirkannya. Tugas-tugasnya sudah selesai semua. Ia bahkan membantu pekerjaan seniornya. Ia tidak ingin pulang hari ini. Ia malu, malu sekali. Ia sudah bertemu gadis yang ia mimpikan sejak sebulan lalu. Tapi ia tidak bisa berkata apa-apa. Kepala sekolah tadi baik, pikirnya. Tapi entahlah, ia tidak punya muka untuk bertemu dengannya lagi.

Riadi menyeruput gelas kopinya yang kelima, ini yang terakhir janjinya. Setelah ini ia akan pulang. Tidur. Ia akan melupakan hari ini.

Mungkin juga melupakan Riana.

***

*Cupid Point Of View*

Aku cupid. Tugasku adalah membuat dua orang jatuh cinta. Perkara berhasil tidaknya cintanya, dikembalikan ke yang bersangkutan. Aku Cupid. Sekali kamu terkena panahku, kamu akan tergila-gila pada ia yang kutembakkan panah bersamaan denganmu. Suka atau tidak suka. Tidak ada obatnya.

Baca juga cerita lainnya ya: